Beberapa saat silam, baru terbentuk kepedihan jiwa ketika saat
perpisahan tiba memisahkan asmaraku dengannya. Air mata tak mampu
menghapuskan dan mengurangi kepedihan ini. Hanyalah waktu yang sanggup
menghentikan dan merubah semuanya.
Sepertinya aku tak rela untuk
berpisah. Hanya ku mengharap pada waktu semoga aku takkan pernah dapat
selalu berjumpa dengannya yang akan selalu menambah kepedihan jiwa.
Dulu
aku berbagi cerita. Dulu aku berbagi duka mengapa dirinya melukai
diriku, dia tinggalkan hatiku, dia tlah ingkar dari janjinya yang
berjanji akan slalu bersama dalam suka maupun duka berbagi cinta. Tetapi
dia ternyata berubah dan dia tinggalkan aku seorang diri.
Ketika
semuanya harus berakhir ketika cintaku tak lagi berarti dia memilih
untuk akhiri kisah ini dan dia lepaskan aku yang tak berdaya. Telah ku
berikan yang mampu ku berikan namun semua tak dapat memuaskan hatinya
dan dia tetap berkeras hati memilih untuk mengakhiri kisah ini dan
menghempaskan aku yang lemah. Aku memang tak dapat sempurna seperti yang
dia minta. Aku takkan mungkin bisa meski tlah ku coba berulangkali
untuk menyempurnakannya namun sia-sia karena manusia tidak ada yang
sempurna. Dia terpaku dalam satu kelemahanku.
Keteduhan di bawah atap
rumahku tak sebanding dengan awan yang bergerak dalam hatiku yang
bergerak mengikuti langkahnya menapak pasrah tanpa kata-kata. Kenangan
yang tak tersisa di album lama menyatu debu di tengah hati padu. Gemuruh
makin riuh membekas dalam diriku. Menjadikan suara-suara yang
mengganggu setiap aku ingin beranjak lepas dari perjalanan cinta. Sebab
alamat rumah mana lagi yang dapat aku temui selain rasa sakit pada sepi
yang tak pernah mati.
Nasib yang mempertemukan ku denganya tidak
keliru menafsirkan coretan takdir di tapaknya. Lapang batu halaman
terbuka tak terbaca sedikitpun catatan tentang aku dan dia. Namun semua
teryakini bahwa aku harus menepi mengucilkan diri antara dinding yang
terbangun dari gelap liku lorong yang membuatku tertunduk. Dia semakin
dalam membenamkan dirinya dari diriku. Putus asa aku dalam tirai
kekalutan. Kau terbang tinggi tinggalkanku sendiri dalam sepi.
Seusai
kuliah pada sebuah siang yang rapuh aku menghampirinya dan aku bertanya
padanya, pada bagian mana dari hari-hari yang tlah kau lalui yang tak
pernah mencatat pertengkaran kita? Dari radio tetangga selalu mengalun
lagu cinta. Tapi mengapakah rindu selalu kau simpan di tempat yang tak
pernah aku tahu?
Tempat kita mengenang sebuah halaman diwaktu silam
yang melukis dengan cermat masa indah kita pun tlah berubah menjadi
sebuah cakrawala yang memeluk matahari
Memang semua itu tlah menjadi
dulu. Banyak yang bercerita bahwa cinta tiada yang abadi apapun bentuk
cinta itu, namun ku tak menyalahkan semua cinta walau aku hidup bukan
untuk cinta. Kita juga jadi mengerti betapa kita tidak hanya punya satu
mimpi. Untuk itu orang tidak hanya membunuh dan membenci musuh tapi juga
kawan bahkan diri sendiri. Tidakkah ingin waktu ini kembali untuk rasa
cinta ataukah juga rasa benci? Mengapa kau selalu menyembunyikan
rindumu? Masih adakah rasa rindumu? Masih adakah rasa rindumu?
Aku
merindukan sebuah cinta yang takkan habis, walau waktu berlalu. Yang
takkan pernah tergantikan oleh semua hal terindah di dunia. Cinta
semurni cinta. Bukan ucap manis semata. Cinta yang bukan tercipta boleh
harta benda.
No comments:
Post a Comment