Wednesday, August 22, 2012

Tutulisan 1

Beberapa saat silam, baru terbentuk kepedihan jiwa ketika saat perpisahan tiba memisahkan asmaraku dengannya. Air mata tak mampu menghapuskan dan mengurangi kepedihan ini. Hanyalah waktu yang sanggup menghentikan dan merubah semuanya.
Sepertinya aku tak rela untuk berpisah. Hanya ku mengharap pada waktu semoga aku takkan pernah dapat selalu berjumpa dengannya yang akan selalu menambah kepedihan jiwa.
Dulu aku berbagi cerita. Dulu aku berbagi duka mengapa dirinya melukai diriku, dia tinggalkan hatiku, dia tlah ingkar dari janjinya yang berjanji akan slalu bersama dalam suka maupun duka berbagi cinta. Tetapi dia ternyata berubah dan dia tinggalkan aku seorang diri.
Ketika semuanya harus berakhir ketika cintaku tak lagi berarti dia memilih untuk akhiri kisah ini dan dia lepaskan aku yang tak berdaya. Telah ku berikan yang mampu ku berikan namun semua tak dapat memuaskan hatinya dan dia tetap berkeras hati memilih untuk mengakhiri kisah ini dan menghempaskan aku yang lemah. Aku memang tak dapat sempurna seperti yang dia minta. Aku takkan mungkin bisa meski tlah ku coba berulangkali untuk menyempurnakannya namun sia-sia karena manusia tidak ada yang sempurna. Dia terpaku dalam satu kelemahanku.
Keteduhan di bawah atap rumahku tak sebanding dengan awan yang bergerak dalam hatiku yang bergerak mengikuti langkahnya menapak pasrah tanpa kata-kata. Kenangan yang tak tersisa di album lama menyatu debu di tengah hati padu. Gemuruh makin riuh membekas dalam diriku. Menjadikan suara-suara yang mengganggu setiap aku ingin beranjak lepas dari perjalanan cinta. Sebab alamat rumah mana lagi yang dapat aku temui selain rasa sakit pada sepi yang tak pernah mati.
Nasib yang mempertemukan ku denganya tidak keliru menafsirkan coretan takdir di tapaknya. Lapang batu halaman terbuka tak terbaca sedikitpun catatan tentang aku dan dia. Namun semua teryakini bahwa aku harus menepi mengucilkan diri antara dinding yang terbangun dari gelap liku lorong yang membuatku tertunduk. Dia semakin dalam membenamkan dirinya dari diriku. Putus asa aku dalam tirai kekalutan. Kau terbang tinggi tinggalkanku sendiri dalam sepi.
Seusai kuliah pada sebuah siang yang rapuh aku menghampirinya dan aku bertanya padanya, pada bagian mana dari hari-hari yang tlah kau lalui yang tak pernah mencatat pertengkaran kita? Dari radio tetangga selalu mengalun lagu cinta. Tapi mengapakah rindu selalu kau simpan di tempat yang tak pernah aku tahu?
Tempat kita mengenang sebuah halaman diwaktu silam yang melukis dengan cermat masa indah kita pun tlah berubah menjadi sebuah cakrawala yang memeluk matahari
Memang semua itu tlah menjadi dulu. Banyak yang bercerita bahwa cinta tiada yang abadi apapun bentuk cinta itu, namun ku tak menyalahkan semua cinta walau aku hidup bukan untuk cinta. Kita juga jadi mengerti betapa kita tidak hanya punya satu mimpi. Untuk itu orang tidak hanya membunuh dan membenci musuh tapi juga kawan bahkan diri sendiri. Tidakkah ingin waktu ini kembali untuk rasa cinta ataukah juga rasa benci? Mengapa kau selalu menyembunyikan rindumu? Masih adakah rasa rindumu? Masih adakah rasa rindumu?
Aku merindukan sebuah cinta yang takkan habis, walau waktu berlalu. Yang takkan pernah tergantikan oleh semua hal terindah di dunia. Cinta semurni cinta. Bukan ucap manis semata. Cinta yang bukan tercipta boleh harta benda.

No comments:

Post a Comment